TAHARAH : JENIS-JENIS AIR

 JENIS JENIS AIR

Air terbagi kepada tiga jenis:
1.air yang menyucikan;
2. air suci, tetapi tidak menyucikan;
3. air mutanajjis [air yang terkena najis).

A. AIR MUTLAK

Air tersebut ialah air yang suci dan dapat menyucikan benda lain, yaitu setiap air yang
jatuh dari langit atau yang bersumber dari bumi,

Jika ia berubah,perubahan itu tidak sampai menghilangkan sifat menyucikan yang terdapat padanya, seperti disebabkan oleh tanah yang suci, garam, atau tumbuhan air.

Air itu belum musta'mal yaitu belum digunakan untuk bersuci.

Hanafi mengatakan bahwa air masin dapat menyucikan sebelum ia menjadi garam. Tetapi setelah menjadi garam dan kemudian mencair lagi, maka ia suci lagi, tetapi tidak dapat menyucikan. Oleh sebab itu, tidak boleh mengangkat hadats dengan air itu, tetapi dapat digunakan untuk menghilangkan najis

Air yang Suci dan Menyucikan, tetapi Makruh Tanzih Menggunakannya.

Hanafi -  air sedikit yang diminum oleh binatang seperti kucing rumah.

Adapun air sisa minum kucing liar , ayam yang dilepas dan memakan benda-benda kotor, burung yang makan dengan cara menyambar dan mencabut makanan dengan kukunya, ular dan tikus adalah najis kerana semua binatang tersebut tidak terhindar dari benda najis.

B. AIR YANG SUCI, TETAPI TIDAK MENYUCIKAN

Menurut ulama Hanafi, air ini dapat menghilangkan najis dari pakaian dan badan, tetapi tidak dapat menyucikan [mengangkat) hadats. Oleh sebab itu, tidak sah berwudhu dan mandi hadats dengan air ini. Air ini terbagi kepada tiga jenis.

(i). Air yang bercampur dengan benda yang suci yang menyebabkan berubahnya salah satu slfat air (rasa, bau, dan warna)

Menurut ulama HANAFi, hal ini terjadi apabila
-benda yang menghilangkan sifat menyucikan itu lebih dominan daripada air.
-Air yang didominasi oleh benda beku itu menghilangkan sifat air yang lembut dan cair atau menghilangkan menghilangkan rasa haus, dan menyuburkan tumbuhan, dengan sebab direbus dengan benda-benda seperti kacang putih atau adas,
-Kecuali benda tersebut digunakan untuk membersihkan diri atau benda seperti apabila bercampur dengan sabun , garam, daun bidara.

Air yang didominasi oleh benda cair yang tidak besifat adalah seperti air musta'mal dan
air mawar yang sudah hilang baunya. Contohnya dua kati air musta'mal bercampur dengan satu kati air mutlak, atau cuka yang mempunyai warna, rasa dan bau.

Jika dua sifat dari tiga sifat tersebut muncul, berwdhu dengan air tersebut tidak sah. Tetapi jika yang muncul hanyalah satu sifat saja, maka tidak dianggap sebagai hilang sifat menyucikannya,karena ia hanya sedikit. Begitu juga apabila yang muncul hanyalah salah satu dari dua sifat yang dimiliki benda cair itu, seperti susu yang mempunyai warna dan rasa, tetapi tidak ada baunya.

Menurut pendapat ulama Hanafi, air yang diragui mempunyai sifat menyucikan, seperti air yang diminum keledai atau bighal dihukumi sebagai air yang suci'

MALIKI,
semua benda suci yang bercampur dengan air yang biasanya ia terpisah dari air dan ia mampu mengubah salah satu sifat air (warna, bau dan rasa). Dengan syarat bukan sebagian dari debu, bukan pula benda untuk menyamak tempat air serta tidak sulit untuk mengelakkan air dari benda benda itu.

Contohnya

sabun, air mawar, za'foran, susu, madu, kismis yang direndam , lemon, tahi binatang ternak, arang,
rumput, daun atau jerami yang jatuh ke dalam telaga yang mudah ditutup, tar yang meresap ke dalam air tapi yang bukan untuk menyamak wadah, lumut yang direbus, dan ikan yang mati.

Semua benda tersebut jika menyebabkan berubahnya salah satu sifat air maka air itu masih suci, tetapi tidak menyucikan.


SYAFI'I,

ialah semua benda suci yang bercampur dengan air yang tidak diperlukan oleh air itu, jika memang benda itu menyebabkan berubahnya salah satu sifat air [warna, bau, dan rasa) dengan perubahan yang banyak dan juga menyebabkan berubahnya nama air itu, dan benda yang mengubah itu bukan debu atau garam laut, meskipun sengaja dimasukkan ke dalam air.

Contoh
Benda-benda tersebut adalah seperti za'faren, air pohon, mani, garam bukit, buah kurma, tepung dan lumut yang dibuang ke dalam air; dan iuga linen atau akar liquorice yang direndam di dalam air; dan tar yang bukan untuk menyamak. Begitu juga air yang bercampur dengan daun bidara atau sabun. Oleh sebab itu, tidak sah berwudhu dengan air tersebut sebagaimana air daging dan air kacang.

HAMBALI,

antara benda-benda yang dapat menghilangkan sifat menyucikan yang ada pada air ialah
sesuatu yang dihasilkan melalui proses, seperti air mawar air bunga dan air semangka, apabila jumlah bahan-bahan itu Iebih banyak dari air.

Jilid 1 ms 232


(Ii). Air Musta'mal Yang Sedikit

Yang dimaksud dengan air musta'mal yang sedikit adalah air yang ukurannya kurang dari dua kulah.
dua kulah sama dengan 195.112kg. Adapun menurut ukuran banyak 2 kulah adalah sama dengan 10 tin (ada pendapat mengatakan 15 tin atau 270 liter. Dan apabila diukur dengan ruangan bersegi empat adalah 1 ¼ hasta bagi masing- masing panjang, lebar dan dalam, berdasarkan hasta yang sederhana.

Adapun untuk ukuran tempat yang bundar seperti kolam / telaga adalah, 2 hasta untuk ukuran dalamnya dan 1 hasta untuk ukuran lebarnya.

Ulama Hambali, ukurannya ialah 2 ½ hasta untuk dalam dan 1 hasta untuk lebar.


HANAFI,
air musta'mal ialah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu dan mandi). Dan air menjadi musta'mal apabila terpisah dari badan. Yang menjadi musta'mal ialah air yang menyentuh badan saja bukan semua air yang digunakan.

Pada mereka , air musta'mal adalah suci, tetapi tidak dapat untuk menyucikan hadats dan ti-
dapat untuk membersihkan najis. Yaitu, apabila mandi atau berwudhu dengan meng-
gunakan air itu maka hadatsnya tidak akan hilang.

Tetapi menurut pendapat yang rajih, air tersebut dapat digunakan untuk menghilangkan najis dari pakaian dan badan.

MALIKI,
air musta'mal air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu atau mandi) atau menghilangkan najis. Ia adalah air yang menetes jatuh dari anggota badan, yang melekat pada badan, yang terpisah sedikit dari badan, atau air dalam satu tempat yang dimasuki oleh anggota badan. Tetapi jika air itu diciduk dengan tangan dan anggota badan itu dibasuh di luar tempat air tersebut, maka air itu tidak menjadi musta'mal.

Air musta'mal adalah suci dan menyucikan menurut pendapat yang rajih, menggunakan air musta'mal untuk menghilangkan najis, atau membasuh wadah dan seumpamanya adalah
tidak makruh. Tetapi apabila digunakan untuk mengangkat hadats atau mandi sunnah apa-
bila ada air lain adalah makruh, jika memang air musto'mal itu sedikit. Alasan ia dihukumi
makruh adalah karena kurang bisa diterima oleh perasaan.


SYAFI'I,
Air musta’mal air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats yang fardhu
seperti siraman pertama ketika mengangkat hadats.

qaul jadid  - air wudhu siraman yang kedua dan ketiga adalah suci dan menyucikan.

Di antara air yang termasuk air musta'mal ialah air sedikit yang diciduk dengan tangan.

Jika menciduk ketika hendak membasuh kedua belah tangan atau memindah air dari suatu wadah untuk membasuh kedua belah tangan di luar wadah itu, tidak dikira air musta’mal.

Contoh air musta’mal

air yang telah digunakan untuk membasuh kepala sebagai ganti menyapunya
air bekas membasuh kaki sebagai ganti menyapu khuf
air yang sudah digunakan untuk mandi perempuan suci dari haid dan nifas
air yang telah digunakan untuk memandikan jenazah

Air musfa'mal yang suci digunakan Air musfa'mal yang suci boleh digunakan untuk menghilangkan najis dengan tiga syarat.

 (a)  hendaklah air itu mengalir di atas tempat najis

 (b) Air yang terpisah dari tempat najis itu hendaklah tidak berubah salah satu sifatnya, dan tempat itu menjadi suci.

[c) Hendaklah berat air itu tidak bertambah setelah air diserap oleh kain dan setelah kotoran itu bercampur dengan air.

Hukum air musfa'ma menurut qaul jadid adalah suci, tetapi tidak menyucikan, maka tidak boleh berwudhu atau mandi untuk mengangkat hadas.

Air musta'mal yang sedikit yang bercampur dengan air mutlak adalah dimaafkan. Oleh sebab itu, jika air musta'mal dikumpulkan hingga sampai dua kulah, maka sifatnya yang menyucikan akan kembali lagi, ini adalah menurut pendapat yang paling ashah.


Jilid 1 ms 233

HAMBALI,
Air musta'mal ialah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats besar (junub) atau hadats kecil [wudhu), atau-menurut pendapat al-madzdzhab-air siraman yang ketujuh ketika untuk najis dan air itu tidak berubah salah satu sifatnya [warna, rasa, dan bau).

contoh
-air yang telah digunakan untuk memandikan jenazah, karena memandikan jenazah adalah
ibadah bukan karena hadats.
-seseorang yang junub atau yang berwudhu berniat mengangkat hadats di dalam air yang sedikit. Tetapi jika ia tidak niat mengangkat hadats atau hanya niat menciduk air atau niat menghilangkan debu atau mendinginkan badan, maka air tersebut masih mempunyai sifat menyucikan.
-air sedikit yang dimasuki oleh tangan atau digunakan untuk membasuh tangan orang bangun tidur malam, dan orang tersebut adalah Muslim, berakal, dan baligh, dan masuknya tangan ke dalam air itu sebelum tangan dibasuh tiga kali. Jika yang dimasukkan ke dalam air bukanlah tangan, seperti muka dan kaki, maka air itu tidak menja di musta'mal.

Hukum air musta'mal ialah tidak dapat mengangkat hadats dan tidak dapat menghilangkan najis sebagaimana pendapat ulama Syafi'i.

Ada dua pendapat mengenai air musta'mal yang dikumpulkan hingga sampai dua kolah, Pertama, ia masih tetap seperti asalnya [masih musta'ma[).

Kedua, ia menyucikan, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw., 'Apabila air mencapai dua kulah, maka ia tidak akqn najis.

Apabila air musta'mal bercampur dengan air yang tidak musta'mal dan menjadi dua kolah, maka semuanya menjadi suci dan menyucikan.

Jilid 1 ms 234

(III) AIR TUMBUHAN DARIPADA BUNGA ATAU BUAH, SEPERTI AIR MAWAR, AIR SEMANGKA, DAN UMPAMANYA ADALAH SUCI, TETAPI TLDAK MENYUCIKAN.


C. AIR YANG NAJIS

Air yang najis ialah air yang terkena benda najis yang tidak dimaafkan oleh syara', tidak mengalir dan sedikit.

Hanafi – ukuran sedikit an sedikit ialah ukuran yang kurang dari 10 x 10 hasta biasa, bentuk empat persegi panjang. Maka, air itu menjadi najis meskipun tidak tampak bekas najis di dalamnya.

Menurut pendapat yan g ashah, jika tempat itu berukuran 10 x 10 hasta berbentuk kolam
empat persegi panjang, atau berukuran tiga puluh enam berbentuk bulat dan tidak tampak
dasarnya apabila air diciduk darinya, maka air tidak najis kecuali apabila sifat najis itu tam-
pak di dalamnya.

Air yang mengalir menjadi najis apabila ada bekas najis padanya. Yang dimaksud bekas
najis ialah rasa najis, warnanya, atau baunya.

Bahagian air najis

1. air sedikit yang mempunyai sifat menyucikan, dan kejatuhan najis meskipun salah
satu sifatnya tidak berubah.

2. Kedua, air yang mempunyai sifat menyucikan, dan kejatuhan naiis serta berubah salah satu sifatnya [warna, bau dan rasa).

Para ulama sependapat bahwa air jenis kedua adalah najis, yaitu yang berubah salah satu sifatnya. Ulama Syafi'i dan Hambali pendapat dengan ulama Hanafi yang mengatakan bahwa air jenis pertama adalah najis.

Namun, ulama Syafi'i mengecualikan najis yang dimaafkan seperti bangkai binatang yang
tidak mengalir darahnya seperti lalat dan lebah apabila terjatuh atau ditiup angin, dan
jatuh ke dalam air tersebut.

Maliki -  air jenis pertama adalah menyucikan. Yaitu, air sedikit yang kejatuhan najis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Tetapi, menggunakannya adalah makruh untuk menghormati pendapat yang berbeda darinya.

Menurut kebanyakan pendapat ahli fiqih, air mutanajjis tidak bermanfaat dan tidak boleh digunakan untuk bersuci ataupun Iainnya, kecuali untuk minuman binatang atau menyiram tanaman, atau ketika dalam keadaan darurat seperti dahaga sehingga ia terpaksa meminumnya.

Madzhab Maliki tidak menetapkan kadar banyak air. Mereka hanya menetapkan bahwa air yang sedikit adalah makruh, yaitu sekadar satu ukuran yang cukup untuk wudhu atau mandi, atau kurang dari ukuran itu.  Jika air yang sedikit itu kemasukan najis yang sedikit seperti setitik dan air tidak mengalami perubahan, maka menggunakan air itu untuk mengangkat hadats atau untuk menghilangkan najis adalah makruh. Namun jika digunakan untuk bersuci yang sunnah dan yang mustahab, maka hukumnya adalah tawoqquf [tidak ada putusan).

Dan kalau digunakan untuk adat/kebiasaan, maka tidak makruh.

Apabila air mencapai dua kulah, lalu ada najis yang jatuh ke dalamnya, baik najis itu beku atau cair; dan tidak ada perubahan rasa, warna atau bau , maka air itu dianggap suci dan menyucikan.

Comments

Popular posts from this blog

TAHARAH : UKURAN DAN NAJIS YANG DIMAAFKAN

TAHARAH : HUKUM GHUSALAH/ AIR MUSTAKMAL

TAHARAH : PEMBAHAGIAN NAJIS