TAHARAH: ALAT – ALAT BERSUCI DAN CARA HILANGKAN NAJIS


1. AIR MUTLAK

Meskipun Air Musta'mal Dengan menggunakan ain maka akan dihasilkan dua thaharah, yaitu thaharoh haqiqi dan hukmi (hadats dan janobahJ. Contohnya ialah menggunakan air hujan, air laut, air sumur,  air dari mata air dan air yang tertampung di bagian lembah.


2. BENDA CAIR YANG SUCI

Cairan yang suci ialah cairan yang mengalir apabila diperah. Ia dapat menghilangkan najis. Ulama Hanafi dan juga para ulama yang lain sepakat mengatakan bahwa cairan yang suci tidak dapat menghilangkan hukmi aitu hadats-hadats yang dapat hilang dengan wudhu dan mandi). Sebab, hadats hukmi hanya dapat dihilangkan dengan air.

Contoh air mawar, air bunga, cuka, air tumbuh-tumbuhan, air buah-buahan, air kacang yang jika di
rebus dia mencair dan apabila didinginkan ia akan menjadi beku, air dari bahan apa pun yang jika diperah akan mengeluarkan air; termasuk juga keringat yang dapat membersihkan jari.

Jika puting susu seorang ibu menjadi najis karena muntahan anaknya, maka ia menjadi suci atau bersih dengan cara anaknya itu menghisap susunya tiga kali hisap.

Mulut seorang peminum arak menjadi bersih apabila bertukar dengan air liur.

Apabila bahan itu tidak mengalir seperti madu, minyak sapi, lemak, minyak susu, walaupun susu yang dimasamkan, sup dan sebagainya, maka semua bahan ini tidak dapat digunakan untuk bersuci. Sebab, bahan-bahan ini tidak dapat menghilangkan najis. Karena, menghilangkan najis hanya dapat dilakukan dengan cara mengeluarkan bagian-bagian yang najis bersama-sama dengan bahan yang
menghilangkannya sedikit demi sedikit.

Hal ini hanya dapat dilakukan oleh bahan yang mengalir apabila diperah. Cairan seperti ini sama seperti air yang dapat menghilangkan bagian-bagian najis, sebab cairan yang mengalir bersifat halus dan dapat meresap ke dalam bagian-bagian najis. Ia juga dapat menghilangkannya, kemudian najis itu dapat dikeluarkan dengan cara perlahan.

ulama  selain ulama Hanafi tidak membenarkan penggunaan cairan untuk menghilangkan naijis bahan-bahan yang lain tidak boleh disamakan dengannya, Boleh bersuci dengan air yang bercampur
dengan sedikit bahan yang suci yang mengubah salah satu sifat air itu, seperti air keruh dan
air yang bercampur dengan sabun, bercampur dengan bahan penyuci lain atau kunyit, selagi
air itu masih halus dan mengalir' Karena meskipun sudah bercampur air benda itu masih
dinamakan air. Ini disebabkan adanya kesulitan untuk mengawasi bahan-bahan seperti
tanah, daun, dan pohon supaya tidak bercampur dengan air.  Jika air itu menjadi pekat, aitu
apabila campuran tanah , sabun atau bahan pencucui lebih banyak daripada air maka tidak boleh bersuci dengannya.

3. MENGGOSOK (ADDAIK)

Menggosok ialah mengusap bagian yang terkena najis dengan tanah dengan kuat, hingga bekas atau zat najis itu hilang. Begitu juga al-hat, aitu mengeruk dengan kayu atau tangan. Mengosok dapat
menghilangkan najis yang berjirim yang mengenai sandal baik najis itu kering ataupun basah.

Maksud berjirim ialah sesuatu yang masih dapat dilihat sesudah kering seperti tahi, darah, mani, air kencing, dan arak yang terkena tanah. Perlu diperhatikan juga, najis berjirim adalah mencakup najis yang basah juga.

Apabila najis itu bukan najis yang berjirim' maka wajib dibasuh dengan air sebanyak 3 kali' walaupun setelah ia kering' setiap kali basuhan, hendaklah dibiarkan dulu.
Sandal akan menjadi suci dengan cara mengosokkannya ke tanah jika najis itu kering. Namun,ia tidak akan menjad isuci jika najis itu basah'

Ulama Madzhab Hambali mengatakan pendapat bahwa ia boleh digosokkan jika najis itu sedikit. Tetapi jika banyak, maka harus dibasuh.

4. MENGUSAP YANG DAPAT MENGHILANGKAN

Cara ini dapat membersihkan benda-benda yang licin seperti mata pedang, cermin, kaca dengan dilumuri minyak, kuku, tulang, permukaan barang dari perak dan lain-lain.

5. MENGERINGKAN DENGAN CAHAYA MATAHARI

Cara ini dapat digunakan untuk membersihkan tanah dan semua benda yang melekat pada tanah seperti pohon, rumput, dan batu yang menghampar yang akan digunakan untuk shalat, bukan untuk bertayamum.

Tetapi, hal ini berbeda dengan hamparan permadani, tikar; pakaian, tubuh, dan setiap benda yang dapat dipindah. Benda-benda yang dapat dipindah jika terkena najis harus dibasuh untuk membersihkannya.

Tanah yang terkena najis dapat menjadi bersih atau suci dengan cara dikeringkan (dibawah terik matahari atau udara).

Ulama selain Hanafi mengatakan bahawa tanah tidak menjadi suci dengan cara mengeringkan dengan matahari atau udara . Tanah yang terkena najis harus dibasuh dengan air. Oleh sebab itu, jika tanah, kolam, sumur, tempat tampungan air dan lain-lain terkena najis (mutanajjis), maka ia dapat disucikan dengan cara memperbanyak curahan air , baik dengan air hujan ataupun lainnya.
Sehingga, hilanglah zat najis itu, seperti yang diterangkan dalam hadits mengenai seorang Arab badui yang kencing di dalam masjid Nabi Muhammad saw.. Lalu Rasul menyuruh supaya
disiramkan air ke atasnya.

6. TANAH DENGAN TANAH

pakaian panjang yang menyentuh tanah yang najis dan kemudian menyentuh tanah yang suci secara berulang kali kejadian ini dapat menyucikan pakaian itu, sebab tanah dapat saling membersihkan
antara satu dengan yang lainnya.

7. MENGERUK (AL-FARKU)

Cara ini dapat membersihkan air mani manusia yang mengenai pakaian kemudian kering. fika bekasnya masih ada setelah dikeruh maka ia tetap bersih sama seperti bekas yang masih ada selepas dibasuh. Syaratnya ialah kepala kemaluan yang dilalui oleh air mani tersebut adalah suci.

Umpamanya kelamin itu sebelumnya disucikan (dibasuh), dengan aix, bukan disucikan secara istinjo'
dengan kertas atau batu. Sebab, batu dan semacamnya tidak dapat menghilangkan kencing yang menyebar di atas kepala kemaluan itu. fika air kencing tidak menyebar dan mani tidak melewati di atas kepala kemaluan, maka mani yang terkena pakaian dan sudah kering itu dapat dibersihkan dengan cara mengeruknya. Karena, mani itu tidak dianggap najis sebab melewati air kencing yang ada pada bagian dalam kemaluan. Hukum ini berlaku bagi air mani lelaki dan juga air mani perempuan. lika air mani itu masih basah atau air mani itu ialah air mani binatang ataupun air mani manusia, namun keluarnya adalah dari kemaluan yang kencingnya dibersihkan dengan kertas, batu atau seumpamanya, maka air mani itu tidak menjadi suci dengan cara mengeruknya. la harus
dibasuh.

Ulama Maliki sepakat dengan ulama Hanafi mengenai kenajisan mani. Syafei dan Hambali meneatakan bahwa mani manusia adalah suci.

8. MENGUSAP (ANNADFU)

Kapas dapat membersihkan najis apabila diusapkan. Bekas najis akan hilang jika najis
itu sedikit.

9. MENYINGKIRKAN (AT-TAQWLF)

Menyingkirkan maksudnya adalah menyingkirkan bagian yang terkena najis dari bagian yang tidak terkena najis. Cara ini dapat membersihkan minyak beku yang terkena najis, seperti minyak samin dan yang semacamnya.


Memahat (mencungkil) adalah sama seperti menyingkirkan.Bahan-bahan yang beku atau keras, dapat disucikan dengan cara ini. Kecuali jika najis itu meresap ke dalam bagian-bagian bahan itu.
fika barang yang keras itu ialah bejana, maka ia dapat disucikan dengan cara menuangkan air ke atasnya, sehingga banjir dan kemudian dialirkan. Jika barang itu adalah barang yang dimasak seperti daging, gandum, dan ayam, maka ia menjadi suci dengan cara membasuhnya dalam keadaan mentah.

Tetapi, ia tidak dapat menjadi suci jika ia terkena najis kemudian dimasak dengan api bersama-sama
dengan najis itu. Sebab, najis sudah meresap ke dalam bagian barang itu. Berdasarkan ketetapan ini, maka jika kepala binatang direbus bersama daging dan usus besar sebelum dibasuh dan dibersihkan, maka ia tidak akan suci.


10. MEMBAHAGI BENDA YANG TERKENA NAJIS

Benda yang terkena najis dapat dibagi dengan cara memisahkan bagian yang terkena najis dari bagian yang bersih atau suci.

11. LSTIHALAH

Istihalah ialah perubahan atau bertukarnya sendiri benda yang najis atau perubahan
melalui sesuatu. Contohnya, darah kijang bertukar menjadi minyak kasturi, arak berubah
menjadi cuka dengan sendirinya atau melalui sesuatu; seperti bangkai berubah menjadi ga-
ram atau anjing yang terjatuh ke dalam tempat garam, tahi binatang yang menjadi abu karena
terbakar; minyak yang terkena najis kemudian dijadikan sabun; seperti tanah pembuangan
sampah apabila kering dan hilang bekasnya, dan seperti najis yang ditanam di dalam tanah dan bekasnya sudah hilang karena masa yang lama.

Menurut ulama madzhab Syafi'i dan Hambali, arak tidak menjadi suci jika proses menjadi cuka itu melalui pemrosesan seperti memasukkan bawang atau roti panas. Karena, bahan yang dimasukkan ke dalam arak itu meniadi mutanajjis ketika ia terkena arak.

Dan selain bahan itu, semuanya najis. Oleh sebab itu, sesuatu yang najis tidak akan men-
jadi suci disebabkan berubah sifatnya atau sebab api. Oleh sebab itu, abu tahi yang najis
yang dibakar tetaplah najis, sabun yang dibuat dari minyak yang najis tetap najis, asap dan
abu yang naiis tetap najis. Demikian juga uap dari air najis yang terkena sesuatu tetap najis.
Tanah yang bercampur dengan tahi keledai atau bighal dan binatang-binatang yang tidak
boleh dimakan dagingnya adalah najis, meskipun dibakar. Jika seekor anjing jatuh ke dalam tempat
pembuatan garam,lalu ia menjadi garam atau jatuh ke dalam tempat membuat sabun lalu ia menjadi sabun, maka ia tetap najis.

Maliki mengecualikan abu dan asap dan mengatakannya tidak najis.

Syafei – barang najis tidak menjadi suci kecuali 3 perkara

(a) Arak dan juga tempatnya apabila berubah menjadi cuka dengan sendirinya.

(b) Kulit, selain kulit anjing dan babi, yang najis karena bangkai, kemudian menjadi
suci lahir dan batinnya setelah disamak.

(c) Sesuatu yang berubah menjadi binatang; seperti bangkai apabila menjadi ulat, karena
terjadi kehidupan baru.

12. MENYAMAK

Samak digunakan untuk membersihkan kulit yang terkena najis ataupun kulit bangkai.
Samak dapat menyucikan semua jenis kulit kecuali kulit manusia dan kulit babi, serta
kulit binatang kecil yang tidak dapat disamak seperti kulit tikus dan ular yang kecil.

Setiap kulit yang dapat suci dengan cara samak juga dapat suci dengan cara menyembelihnya kulit anjing dan kulit gajah dapat menjadi suci dengan disamak. Adapun kulit manusia dan kulit babi tidak bisa disamak. Kulit manusia dikecualikan, karena ia dimuliakan oleh Allah.
Kulit babi juga dikecualikan, karena ia adalah najis 'ain.

Binatang-binatang yang kecil yang tidak dapat disamak dihukumi sama dengan hukum keduanya. Apa yang terdapat di atas kulit bangkai, baik itu bulu atau lainnya adalah suci. Begitu juga dengan kulit ular adalah suci.

Menurut ulama Madzhab Syafi'i, kulit anjing dan babi serta kulit binatang yang lahir dari gabungan keduanya atau dari salah tunya yang kawin dengan binatang yang suci, tidak dapat disucikan dengan cara menyamak.

Ulama madzhab Maliki dan ulama madzab hambali mengatakan bahwa kulit yang najis tidak dapat disucikan dengan cara samak

kulit yang disamak tetap najis ,maka selepas disamak, kulit itu hanya boleh digunakan kepada perkara-perkara yang kering seperti pakaian selain untuk solat atau alas duduk kecuali duduk dalam masjid.

Kulit yang disamak tidak boleh digunakan untuk sesuatu yang basah seperti untuk menyimpan minyak samin, madu, semua jenis minyak, air yang bukan mutlak seperti air mawan roti yang basah, dan keju. Jika barang yang basah itu diletakkan di kulit tersebut, maka ia menjadi najis.


13. MENYUCI DENGAN CARA MEMBAKAR

api dapat menjadi alat penyuci, yaitu jika ia mampu mengubah najis atau menghilangkan bekasnya dengan pembakaran itu, seperti tahi yang berubah menjadi abu ketika membakar batu bata, atau
seperti tempat berdarah pada kepala kambing yang terbakar.

Sama dengan pembakaran ialah pendidihan dengan menggunakan api seperti minyak atau daging yang dididihkan sebanyak tiga kali.

Menurut pendapat ulama Hanafi, api tidak dapat menjadi alat penyuci. Masalah ini telah
kita jelaskan dalam pembahasan mengenai istihalah [perubahan najis). Oleh sebab itu, abu
najis (najis yang dibakar) dan asapnya adalah najis.

ulama madzhab Maliki mengecualikan abu najis, asapnya, dan benda najis yang dijadikan
kayu api. Mereka mengatakan bahwa semua itu adalah suci karena telah terbakar dengan
api.

14. ANNAZ'AH (MENGURAS)

An-Naz'ah artinya menimba semua air telaga yang terkena najis atau membuang ukuran yang wajib dibuang. Cara ini akan menyucikan telaga tersebut. Dengan kata lain, nez'ah ialah membuang
beberapa timba air yang wajib dibuang ataupun membuang seluruh air sesudah apa yang
terjatuh ke dalam telaga itu-baik manusia maupun binatang-dikeluarkan. Jika yang wa-
jib dibuang adalah semua air telaga, maka jika dapat semua mata air atau jalan masuk air harus ditutup, kemudian barulah air yang najis yang terdapat dalam telaga itu dibuang.

Jika lubang masuknya air atau mata air tidak dapat ditutup karena air sangat banyak, maka
hendaklah air yang dibuang sesuai kadar berikut.

(a) Jika yang jatuh ke dalam telaga itu ialah binatang, maka perlu dilihat. Apabila binatang yang jatuh itu ialah binatang jenis najis 'ain seperti babi, maka semua air wajib dibuang.

kalangan ulama madzhab Hanafi, anjing tidaklah termasuk binatang najis 'ain. Apabila binatang yang jatuh ke dalam telaga air itu bukan binatang yang termasuk najis 'ain, maka perlu dilihat.

Jika ia manusia, maka ia tidak menyebabkan telaga itu najis.

Jika yang jatuh ialah binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya seperti binatang buas atau burung buas (siba' ath-thair), maka menurut pendapat yang ashah, ia menyebabkan air itu najis.

Jika yang jatuh adalah keledai atau bighal, maka menurut pendapat yang ashah ia menyebabkan air tersebut menjadi air yang diragui (kesuciannya).

[b) Iika yang jatuh ke dalam telaga adalah binatang yang halal dimakan dagingnya,
maka ia menyebabkan air itu najis apabila binatang itu mati. Oleh sebab itu, hendak-
lah semua airnya dibuang jika memang binatang itu telah kembung atau hancur.Jika binatang itu tidak kembung atau tidak hancur maka menurut zhahir ar-riwayat ia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu:

(i) Apabila yang jatuh ialah bangkai tikus atau semacamnya, maka hendaklah air itu dibuang 20 atau 30 timba disesuaikan dengan besar kecilnya timba itu.

[ii) Jika yang jatuh adalah bangkai ayam atau semacamnya, maka hendaklah air yang dibuang adalah 40 atau 50 timba.

[iii) Jika yang jatuh ialah manusia, maka hendaklah semua air itu dibuang apabila orang yang jatuh itu diyakini ada najisnya baik najis haqiqi atau hukmi, baik dia berniat mandi ataupun wudhu ketika masuk telaga itu. Dalil yang digunakan oleh mereka ialah perbuatan para sahabat Rasulullah
saw.. Namun, sebenarnya tidak ada satu hadits yang shahih mengenai masalah ini.


Ukuran timba yang diakui dalam masalah ini adalah timba yang khusus untuk telaga.
Jika telaga itu tidak mempunyai timba khusus, maka ukurannya ialah yang dapat memuatkan

ukuran segantang (sha'), yaitu kurang lebih 2'/, kg atau 2,75 liter

15. MASUKNYA AIR DARI SATU ARAH DAN KELUAR DARI ARAH YANG LAAN SEBANYAK TIGA KALI

Hal ini bisa terjadi pada kolah yang kecil. Dengan cara ini, seakan-akan ia dibasuh sebanyak tiga kali. Ini merupakan cara penyucian kolah ataupun bejana apabila terkena najis. Sebab, ia dapat menghilangkan bekas najis, yaitu dengan keluarnya air dari arah yang lain. Dengan cara ini juga, maka diyakini tidak akan ada lagi najis yang tertinggal dalam kolah tersebut.

16. MEMBALIKKAN TANAH

(al-Hafrul Maksud al-hafru adalah dengan cara membalikkan tanah: bagian yang atas dikebawahkan. Cara ini dapat menyucikan tanah yang najis.

17. MEMBASUH UJUNG PAKAIAN ATAUPUN BADAN

Cara ini dapat mengganti basuhan ke seluruh pakaian atau badan, apabila orang tersebut lupa tempat yang terkena najis. Cara ini boleh dilakukan meskipun ia tidak mencari tempat najis itu. Ini merupakan pendapat yang terpilih di kalangan ulama madzhab Hanafi.



JILID 1 MS 218

Comments

Popular posts from this blog

TAHARAH : UKURAN DAN NAJIS YANG DIMAAFKAN

TAHARAH : HUKUM GHUSALAH/ AIR MUSTAKMAL

TAHARAH : PEMBAHAGIAN NAJIS