TAYAMUM
TAYAMUM
Hanafi- mengusap muka dan dua tangan dengan debu yang suci.
Maliki- satu bentuk cara bersuci dengan menggunakan debu yang suci dan digunakan untuk mengusap muka dan dua tangan dengan niat.
Syafi'ie- mengusapkan debu ke wajah dan kedua tangan sebagai ganti wudhu, mandi, atau salah satu anggota dari keduanya dengan syarat-syarat yang tertentu.
Hambali-mengusap muka dan kedua tangan dengan debu yang suci dengan cara yang tertentu.
Jumhur - tayamum dapat menggantikan wudhu, mandi junub, mandi haid, dan nifas. Namun, para ulama selain Hanafi, tidak membolehkan istri yang haid disetubuhi oleh suaminya hingga dia berhenti haidnya dan mandi terlebih dahulu.
IBADAH YANG BOLEH DILAKUKAN DENGAN MENGGUNAKAN TAYAMUM
Setiap amalan ketaatan yang perlu kepada kesucian (thaharah) seperti shalat fardhu, shalat sunnah, menyentuh mushaf, membaca Al-Qur'an, sujud tilawah, sujud syukur dan duduk beri'tikaf dalam masjid adalah boleh bersuci dengan cara tayamum.
tayamum yang digunakan untuk shalat tunai (adaa'), maka hadats akan terangkat, sehingga dia menemukan air.
seseorang boleh menggunakan satu tayamum untuk mengerjakan shalat fardhu dan juga shalat sunnah yang banyak, selagi dia tidak mendapati air atau selagi dia tidak berhadats.
Jika dia bertayamum untuk shalat sunnah, maka dia boleh menggunakannya untuk mendirikan shalat sunnah dan fardhu.
Jumhur ulama selain Hanafie mengatakan, tayamum adalah pengganti dalam keadaan darurat (badal dharuri). Oleh karena itu, shalatnya dihukumi boleh, walaupun dalam keadaan berhadats karena kondisi darurat. ulama Hambali-membolehkan satu tayamum digunakan untuk beberapa shalat fardhu dan shalat qadha yang menjadi tanggungan
WAKTU TAYAMUM
Hanafie mengatakan bahwa tayamum adalah bersuci yang mutlak (taharah mutlaqah). Oleh sebab itu, mereka membolehkan tayamum sebelum masuk waktu shalat. Satu tayamum boleh digunakan untuk lebih daripada satu shalat fardhu dan boleh digunakan untuk beberapa shalat sunnah. Hal ini disebabkan tayamum menjadi pengganti secara mutlak ketika tidak ada air.
Ia dapat mengangkat hadats sehingga orang itu mendapat air. Ia bukanlah pengganti darurat yang boleh dilakukan, namun kewujudan hadats tetap ada, seperti yang dikatakan oleh jumhur.
jumhur, tayamum tidak boleh dilakukan sebelum masuk waktu shalat dan tayamum tidak boleh digunakan untuk Iebih daripada satu shalat fardhu.
Maliki, Syafi'i, dan Hambali - tayamum tidak sah kecuali sesudah masuknya waktu ibadah-yang dia akan melaksanakannya dengan tayamum-baik itu ibadah wajib ataupun sunnah.
-tidak boleh bertayamum untuk melakukan satu shalat fardhu sebelum masuk waktunya. Demikian juga tidak boleh tayamum untuk melakukan satu shalat sunnah yang tertentu, atau satu shalat sunnah yang mempunyai waktu seperti sunnah Rawatib sebelum masuk waktunya.
Tayamum sah untuk shalat sunnah gerhana, solat (istisqa') Solat jenazah, shalat Hari Raya shalat nadzar shalat sunnah, shalat Tahiyyatul Masjid,
Bolehkah Tayamum Dilewatkan Sehingga ke Akhir Waktu?
jumhur- yang afdhal adalah melewatkan tayamum hingga ke akhir waktu, jika ada harapan akan keberadaan air. Jika tidak ada harapan, maka disunnahkan bertayamum di awal waktu.
Hambali-melewatkannya adalah lebih utama dalam semua keadaan.
Perkara yang Boleh Dilakukan dengan Satu Tayamum
Hanafi orang yang bertayamum dengan satu tayamum boleh mengerjakan beberapa shalat fardhu dan beberapa shalat sunnah sesukanya.
Hambali,tayamum adalah terikat dengan waktu. Hal ini berdasarkan kata-kata Ali r.a., "Tayamum adalah untuk setiap kali shalat"
Berdasarkan pertimbangan ini, maka jika seseorang sudah bertayamum, dia boleh mengerjakan shalat tunai (ada') dan boleh juga mengerjakan shalat qadha' dengan tayamum itu, jika dia memang menanggung kewajiban
Juga boleh menjamak antara dua shalat, boleh mengqadha' beberapa shalat yang tertinggal, dan boleh mengerjakan beberapa shalat sunnah yang dikehendakinya hingga masuk waktunya shalat yang lain.
Maliki dan Syafi'i-satu tayamum tidak boleh digunakan untuk menunaikan dua fardhu. Syafi'i, seseorang yang sudah bertayamum boleh menunaikan beberapa shalat sunnah sebelum ataupun selepas mengerjakan shalat fardhu.
Oleh karena itu, tayamum harus diulang setiap kali melaksanakan shalat fardhu, meskipun itu dua shalat fardhu yang dijamak dalam satu waktu seperti Zhuhur dengan Ashar, dan juga meskipun tayamum itu dilakukan oleh orang sakit yang susah mengulang.
Menurut ulama Maliki, satu tayamum boleh digunakan untuk menunaikan satu lat fardhu dan satu shalat fardhu jenazah.
Tayamum untuk shalat boleh digunakan untuk memegang mushaf dan untuk membaca Al-Qur'an jika dia berhadats besar.
Syafi'i, kedudukan shalat nadzar adalah sama seperti shalat fardhu. Oleh karena itu, hendaklah diperbarui tayammum ketika hendak melaksanakan shalat tersebut. Satu tayamum tidak boleh digunakan untuk menunaikan satu fardhu yang digabungkan dengan fardhu yang lain, baik shalat fardhu itu berbentuk tunai (adaa') atau qadha'.
Thawaf fardhu dan khotbah Jumaat,
Syafi'i -satu tayamum tidak boleh digunakan untuk melakukan dua thawaf fardhu, juga tidak boleh untuk melakukan satu thawaf fardhu dan satu shalat fardhu.
tidak boleh digunakan untuk satu shalat Jumaat dan khotbahnya, walaupun khotbah adalah fardhu kifayah. Tetapi, ia dihubungkan dengan fardhu'ain, yaitu ia dikatakan sebagai pengganti dua rakaat.
Maliki satu tayamum boleh digunakan untuk menghimpun antara satu shalat fardhu dan satu thawaf yang bukan wajib, serta dua rakaat shalat sunnah thawaf.
Bolehkah Tayamum yang Asalnya untuk Mengerjakan Kesunnahan Digunakan untuk Shalat Fardu?
Hanafi yang menganggap tayamum adalah "pengganti jika seseorang bertayamum untuk mengerjakan kesunnahan, maka dia boleh menunaikan kesunnahan dan fardhu.
Abu Hanifah dan Abu Yusuf juga membolehkan seorang yang bertayamum menjadi imam bagi makmum yang berwudhu, jika memang tidak ada air.
Maliki,-tidak boleh shalat fardhu dengan tayamum yang diniatkan untuk yang lain. Jika dia berniat untuk menunaikan shalat fardhu, maka dia boleh menunaikan satu shalat fardhu dan beberapa shalat sunnah, dengan syarat dia mendahulukan shalat fardhu baru kemudian shalat sunnah. Dia juga tidak boleh menggunakannya untuk menunaikan fardhu yang telah lewat [shalat qadha'). jika dia berniat dengan tayammum itu hanya untuk shalat secara mutlak, maka dia hanya boleh menggunakannya untuk shalat sunnah saja, dan tidak boleh ia gunakan untuk menunaikan shalat fardhu. Sebab, shalat fardhu memerlukan satu niat khusus. Siapa yang meniatkan tayamumnya untuk shalat sunnah, maka dia tidak boleh melakukan shalat fardhu dengan tayamum itu.
Syafi'i dan Hambali, jika seseorang berniat tayamum untuk shalat fardhu dan sunnah, maka dia boleh melakukan shalat fardhu dan sunnah dengan tayamum tersebut. Jika dia berniat untuk shalat fardhu, maka dia boleh mengerjakan fardhu lain yang semacamnya dan juga shalat sunnah lainnya, sebab shalat sunnah adalah lebih ringan. Oleh karena itu, maka niat fardhu adalah sudah mencakupinya. Lagipula, kefardhuan adalah lebih tinggi, sehingga bolehlah melakukan sesuatu selain fardhu yang mengikutinya. |ika dia berniat dengan tayamum itu untuk shalat sunnah ataupun hanya mengatakan niat untuk shalat secara mutlak, seperti niat supaya boleh melakukan shalat, dan tidak dijelaskan untuk shalat fardhu atau sunnah, maka dia tidak boleh menjalankan shalat dengan tayamum itu kecuali shalat sunnah saja
Comments
Post a Comment