SEBAB SEBAB TAYAMUM
SEBAB SEBAB TAYAMUM
1. TIDAK ADANYA AIR yang Mencukupi untuk Wudhu ataupun Mandi
ataupun ada air; tetapi tidak mencukupi.
atau takut mendapatkan air;
karena jalan ke tempat air tidak aman,
atau berada di tempat jauh yang
jaraknya kira-kira 1,848 meter atau 4,000 hasta/langkah, atau lebih dari itu
(ini menurut ulama para Hanafi), ataupun air itu berada sejauh dua batu [ini
menurut ulama Maliki),
atau dijual dengan harga yang
lebih dari harga pasaran biasa.
sejauh manakah air tersebut perlu dicari.
[a) jika dia yakin air tidak ada
di sekelilingnya, maka dia boleh bertayamum tanpa perlu mencarinya.
(b) Jika dia mempunyai sangkaan kuat (zhan) ataupun
syak (ragu) tentang adanya air, hendaklah ia mencari baik di rumahnya ataupun
di tempat kawan-kawannya, sekadar jarak di mana pekikan suara minta tolong
dapat didengar kadarnya adalah 400 hasta atau 1,88 meter
Syafi'i, seseorang tidak perlu
mencari air jika harta dan dirinya selamat
Syafi'i dan Hambali jika orang tersebut
mendapati sedikit air dan tidak mencukupi untuk berwudhu, maka dia wajib
menggunakannya, kemudian ia baru bertayamum.
Hukum Membeli Air
wajib membelinya dengan harga
pasaran biasa, jika memang dia tidak memerlukan uang tersebut untuk membayar
utang yang bernilai lebih daripada hartanya itu,
ataupun jika dia tidak
memerlukannya untuk urusan perjalanannya [musafir)
atau untuk perbelanjaan makanan
[nafkah) seseorang yang wajib ia bayar,
atau untuk keperluan binatang
yang muhtaram (tidak boleh dibunuh).
Hibah Kalau dia dihadiahi air
atau diberi pinjaman timba, dia wajib menerimanya.
Tetapi jika dia dihadiahi uang
untuk membeli air, maka dia tidak wajib menerimanya, meskipun pemberian itu
dari ayah kepada anaknya, karena kemungkinan akan ada pengungkitan.
Jika dalam perjalanan seseorang
terlupa bahwa dia membawa air lalu dia bertayamum dan kemudian melakukan
shalat, lalu selepas itu dia teringat bahwa dia mempunyai air sedang waktu
masih ada, maka menurut pendapat yang azhar di kalangan ulama Syafi'i, Abu
Yusuf, dan Maliki, hendaklah dia mengqadha' shalatnya tersebut.
Abu Hanifah dan Muhammad Hasan
asy-Syaibani, orang tersebut tidak perlu mengqadha' shalatnya.
Orang yang tidak mempunyai air
tidak dimakruhkan melakukan hubungan badan dengan istrinya, meskipun dia tidak
takut menghadapi kesusahan.
2. TIDAK ADA KEMAMPUAN UNTUK
MENGGUNAKAN AIR
orang yang dipenjara, orang yang
diikat dekat dengan air ,orang yang takut binatang buas
takut kecurian,
Syafi'i, orang mukim yang
bertayammum karena ketiadaan air kemudian melakukan shalat, hendaklah dia
mengqadha' shalatnya tersebut. Sebaliknya, seorang musafir tidak perlu
melakukan qadha', kecuali orang yang safarnya adalah untuk tujuan maksiat, maka
dia perlu mengqadha' shalatnya tersebut.
Hambali, orang tersebut tidak
perlu mengulangi shalatnya, sebab dia telah melakukan apa yang diperintahkan
agama,
Hanafi mengecualikan orang yang
dipaksa supaya jangan berwudhu. Maka, dia boleh bertayamum namun kemudian dia
hendaklah mengulangi shalatnya.
3. SAKIT ATAU LAMBAT SEMBUH
JIKA DIA MENGGUNAKAN AIR;
Hambali, membuat penambahan
syarat yaitu adanya kekhawatiran terjadi kecacatan pada anggota yang lahir.
Hambali siapa yang sakit dan
tidak mampu bergerak serta tidak ada orang yang membantunya menuangkan air
wudhu, maka boleh bertayamum jika dia kahwatir waktu shalat akan habis.
4. ADA AIR, TAPI DIPERLUKAN untuk Sekarang ataupun untuk Masa yang akan
Jika air tidak digunakan , akan
menyebabkan kebinasaan atau kesengsaraan manusia ataupun hewan yang muhtaram,
disebabkan kehausan, meskipun hewan tersebut adalah anjing buruan atau anjing
pengawal. Tetapi, kafir harbi tidak termasuk. Begitu juga dengan orang murtad,
anjing yang tidak mendapat izin syara' (dalam madzhab Hambali adalah anjing
hitam).
Termasuk air digunakan untuk
adunan tepung memasak keperluan atau mensucikan najis dibadan.
5. KHAWATIR HARTANYA RUSAK
JIKA DIA MENCARI AIR
Maksud harta di sini adalah
harta yang nilainya lebih daripada keperluan untuk membeli air. Harta yang
bernilai adalah harta yang kadar harganya melebihi harga yang sewajarnya untuk
membeli air.
Takut terhadap ancaman musuh,
takut ditahan, takut orang dicarinya lari, takut api (kebakaran) ataupun pencuri,
kekhawatirannya itu untuk
dirinya sendiri, hartanya, ataupun untuk barang titipan.
6. CUACA TERLAMPAU SEJUK.
Hanafi -hanya kepada orang yang
khawatir mati jika menggunakan ain menyebabkan rusaknya fungsi sebagian anggota
badan, atau menimbulkan penyakit. Dan hanya sebagai ganti mandi junub saja. Dengan
syarat, apabila memang orang tersebut dalam keadaan tidak musafir (hadar) dan
orang tersebut tidak mempunyai uang untuk membayar sewa kamar mandi panas dan
tidak mempunyai alat pemanas air.
Maliki -hanya dalam keadaan
iklim dingin yang memang dapat menyebabkan kematian.
Syafi'i dan Hambali
-orang tersebut memang tidak
mempunyai alat untuk memanaskan air;
-khawatir terjadinya kerusakan
fungsi anggota badan apabila menggunakan air
-dia akan mengalami kecacatan
pada anggota lahir; ataupun-menurut ulama Hambali-akan mengalami kecacatan pada
seluruh anggota badannya karena menggunakan air.
Syafi'i, orang yang shalat
dengan menggunaan tayamum karena sakit, dan cuaca sejuk hendaklah mengqadha'
shalatnya.
Maliki dan Hanafi, tidak perlu
mengqadha'
Hambali, ada dua pendapat- tidak
wajib, dan wajib.
7. TIDAK ADA ALAT UNTUK
MENGAMBIL AIR,
-Hambali menambahkan, wajib
mencari alat untuk memperoleh air terlebih dahulu, meskipun dengan cara
meminjam.
8. KHAWATIR TERLEWAT WAKTU
SHALAT
Syafi'ie – hanya untuk orang
musafir sahaja.
Orang musafir tidak wajib
mencari air.
Boleh tayamum jika takut
terlewat waktu shalat, takut akan keselamatan dirinya atau keselamatan
hartanya, ataupun takut ketinggalan rombongan.
Hambali, mereka tidak
membolehkan tayamum dengan alasan khawatir terlewat waktu shalat, baik tayamum
itu untuk shalat jenazah, untuk shalat Hari Raya, atau untuk shalat fardhu.
musafir yang mengetahui
keberadaan air di suatu tempat yang tidak jauh, tetapi dia khawatir jika dia
mengambilnya maka waktu shalat akan terlewat, boleh bertayamum, kemudian shalat
dan dia tidak perlu mengulang shalatnya.
Hanafi tidak membolehkan bertayamum dengan
alasan takut terlewat waktu shalat, kecuali terlewat shalat jenazah, shalat
Hari Raya, shalat khusuf [gerhana matahari) dan shalat-shalat sunnah yang
mengiringi shalat fardhu, meskipun shalat sunnah shubuh. Dengan syarat, apabila
dia wudhu, maka dia akan terlewat waktu shalat. Namun, tidak sah bertayamum
untuk melakukan shalat Jumat dan shalat wajib yang lain termasuk shalat Witir;
dengan alasan khawatir terlewat waktu shalat. Hal ini disebabkan shalat Jumat
ada gantinya, yaitu shalat Zhuhur sedangkan shalat yang lain boleh diqadha'.
APAKAH SHALAT YANG TELAH
DITUNALKAN DENGAN TAYAMUM WAJIB DIULANG?
tidak perlu mengulangi
shalatnya.
Hanafi, Maliki, dan Hambali, ada
air ketika masih dalam waktu shalat, tidak perlu mengulangi shalatnya dan tidak
perlu mengqadha' shalat
Maliki ulang shalat dalam
waktunya, jika dia mengabaikan dalam mencari air.
Hanafi orang yang terkurung
kemudian melakukan shalat dengan tayammum, hendaklah dia mengulang shalatnya
jika dia memang orang yang bermukim , jika musafir tak perlu ulang.
Syafi'i, jika seseorang
bertayamum karena ketiadaan air kemudian dia melihat ada air itu sebelum dia memulai shalat, maka
batallah tayamumnya,
Syafi'i-jika safar orang
tersebut adalah safar maksiat, maka menurut pendapat yang ashah dia wajib
mengulangi shalatnya,
QADHA' SHALAT YANG TELAH
DITUNAIKAN DENGAN TAYAMUM,
Syafi'i, orang yang mukim
kemudian bertayamum karena tidak ada air hendaklah dia mengqadha' shalatnya.
musafir maka dia tidak perlu
mengqadha'nya, kecuali musafir yang bermaksiat seperti seorang hamba sahaya
yang lari dari tuannya, atau istri yang lari meninggalkan suaminya (nasyizah).
alasan hawa dingin atau karena sakit dan seluruh anggota wudhunya tidak boleh terkena ai4 atau salah satu anggota wudhunya tidak boleh terkena air; sedangkan dia tidak mempunyai penutup (pembalut), atau ada penutup seperti balutan tapi berada di tempat tayamum (muka dan dua tangan), ataupun penutup itu dipasang ketika dalam keadaan dia berhadats meskipun bukan pada anggota tayamum, hendaklah mengqadha' shalatnya.
Comments
Post a Comment