HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN MASJID
HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN MASJID
jumhur, paling utama adalah Masjidil Haram di Mekah. kemudiannya masjid nabawi , kemudiannya masjid al Aqsa.
Imam Malik - paling utama adalah Masjid Nabawi,
Hanafi, mereka mengatakan bahwa masjid tempat guru mengajarkan ilmu adalah yang paling afdhal dan masjid kampung seseorang adalah lebih utama dari masjid jami' (masjid untuk shalat jumaat yang di luar kampung)
1. Orang yang junub, haid, atau nifas, haram memasuki masjid.
Syafi'i danHambali membolehkan mereka melewati masjid apabila tidak dikhawatirkan darah menetes.
Hanafi, menggunakan masjid sebagai laluan tanpa sebab dan uzur adalah makruh tahrim.
Maliki -melewati masjid dengan frekuensi yang kerap adalah makruh,
2. Jika seorang bermimpi basah (ihtilam) di dalam masjid, maka dia wajib keluar kecuali jika dia tidak mampu melakukannya disebabkan masjid terkunci atau sebagainya, ataupun jika dia bimbang akan keselamatan jiwa atau hartanya. Oleh karena itu, jika dia tidak bisa keluar atau bimbang akan keselamatan dirinya, maka dia boleh terus berada di dalam masjid karena darurat.
Bertayamum dengan debu yang ada dalam masjid adalah haram. Namun jika dia melakukannya juga, maka tayamumnya sah.
Jika dia junub di luar masjid dan air berada di dalam masjid, maka dia tidak boleh masuk dan mandi di dalamnya, karena ketika itu dia sedang berjunub. Jika dia masuk masjid untuk mendapatkan air minum, maka dia tidak boleh berada di dalamnya, kecuali sekadar untuk minum saja.
3. Syafi'i- tidur di dalam masjid adalah boleh dan tidak makruh,
Maliki berpendapat bahwa perbuatan itu tidak apa-apa jika dilakukan oleh orang yang sedang merantau, tetapi tidak patut dilakukan oleh orang yang bermukim,
Hanafi berpendapat tidur di dalam masjid adalah makruh, kecuali bagi orang yang beri'tikaf dan juga bagi perantau.
Imam Ahmad dan Ishaq juga berpendapat: jika seseorang itu sedang dalam safar atau semacamnya, jika dia tidur di dalam masjid maka tidak mengapa, Tetapi, dia tidak boleh menggunakan masjid sebagai tempat bermalam atau tempat tidur secara terus-menerus.
4. Maliki - orang kafir dilarang memasuki masjid meskipun dengan izin dari orang Islam, kecuali untuk keperluan pembangunan.
Abu Hanifah membolehkan orang kafir memasuki semua masjid.
Syafi'i, orang kafir boleh memasuki semua masjid selain Masjidil Haram dan kawasan Tanah Haram.
Ia juga boleh bermalam di dalam masjid, meskipun menurut pendapat yang ashah ia dihukum sebagai orang yang junub. Semua kebolehan ini disyaratkan dengan adanya izin dari orang Islam.
5. Hanafi memakan makanan yang tidak mempunyai bau yang tidak enak di dalam masjid hukumnya makruh tanzih.
Maliki dan Hambali berpendapat, orang yang dalam perjalanan atau sedang merantau dibolehkan makan di dalam masjid, selama ia tidak menyebabkan kotornya masjid. Begitu juga, ulama Hambali membolehkan makan di masjid dengan syarat tidak mengotorinya.
Makruh bagi orang yang memakan bawang putih, bawang besar[ daun seledri, atau sebagainya yang mempunyai bau tidak sedap dan baunya itu masih tercium ketika dibawa masuk ke dalam masjid dan tidak ada keperluan yang darurat.
Hanafi berpendapat bahwa larangan tersebut menunjukkan hukum makruh tahrim
Maliki - haram.
6. Membuang ludah di dalam masjid adalah makruh.
7. Syafi'i -haram membawa masuk sesuatu yang najis ke dalam masjid. Orang yang terdapat najis ataupun yang ada luka di tubuhnya, haram memasuki masjid apabila dia bimbang akan menyebabkan mengotori masjid. Sebaliknya jika dia yakin tidak akan menyebabkan najisnya masjid, maka tidak haram.
Membangun dan menyiapkan masjid dengan bahan najis adalah tidak boleh. Menurut Hanafi, perbuatan tersebut dianggap makruh tahrim.
Memasang lampu di masjid dengan menggunakan minyak yang najis hukumnya juga haram.
8. Makruh menanam pohon di dalam masjid.
9. Makruh menggali sumur.
10. Kencing, berbekam, dan membuang darah di dalam masjid dan tidak pada suatu wadah (inaa') adalah haram. Jika berbekam dan membuang darah itu diletakkan di dalam satu wadah, maka hukumnya adalah makruh, tidak haram.
11. Hanafi makruh tahrim melakukan kencing, berak, dan jimak di dalam masjid.
12. Bertengkar, membuat bising, mencari barang hilang, berjual beli dan melakukan akad sewa-menyewa dan jenis akad yang lain di dalam masjid adalah makruh.
Hanafi dan Maliki makruh melakukan jual beli di dalam masjid.
Hambali, -haram.
13. berdzikir dengan kuat di dalam masjid apabila ia mengganggu orang yang sedang shalat,
Hanafi dan Hambali-makruh, kecuali bagi mereka yang belajar fiqih.
Maliki meninggikan suara di dalam masjid adalah makruh dalam semua keadaan, meskipun dengan tujuan berdzikir dan belajar ilmu.
14. Mengemis di masjid
Syafi'i -makruh.
Maliki dan Hambali makruh, Namun, memberi sedekah dibolehkan.
Hanafi - haram dan memberi sedekah kepada pengemis adalah makruh.
12. Membawa masuk binatang, orang gila, atau anak-anak yang belum mumayyiz ke dalam masjid adalah makruh.
Hambali, membenarkan orang gila atau anak-anak dibawa ke dalam masjid dengan adanya tujuan tertentu, seperti mengajarinya menulis dan sebagainya,
Ulama Hanafi dan Maliki melarang membawa anak-anak atau orang gila ke dalam masjid, dan perbuatan itu dianggap makruh.
13.Perempuan dibenarkan shalat di masjid jika aman dari fitnah. Tetapi bagi para gadis yang muda belia, adalah dimakruhkan keluar ke masjid.
14. Masjid juga makruh digunakan sebagai tempat menjalankan suatu kerja seperti menjahit dan sebagainya.
15. Tidur telentang di dalam masjid adalah dibolehkan. Begitu juga duduk dengan meletakkan satu kaki ke atas kaki yang lain dan menyilangkan jari-iari dan sebagainya. Karena, ada keterangan di dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, bahwa Rasulullah saw. juga pernah berbuat demikian.
16. Dianjurkan untuk mengadakan halaqah pengajian ilmu di dalam masjid, dan juga memberikan nasihat dan kata-kata yang baik, dan sebagainya.
Membincangkan sesuatu di dalam masjid adalah boleh, Begitu juga membincangkan urusan-urusan duniawi dan perkara perkara lain, juga dibolehkan.
17.Tidaklah mengapa melagukan syair di dalam masjid, apabila syair tersebut berupa pujian kepada Nabi atau Islam, ataupun ia berupa kata-kata hikmah ataupun yang berkaitan dengan budi pekerti yang baik, zuhud, dan sebagainya yang termasuk perkara-perkara yang baik.
18. sunnah Menyapu dan membersihkan masjid,
19.Menurut sunnah, siapa yang masuk masjid dengan membawa senjata tajam seperti tombak, panah, dan sebagainya, maka dia hendaklah memegang bagian ujungnya (yang tajam).
20. sunnah, seseorang yang baru kembali dari perjalanan (safar), hendaklah memasuki masjid terlebih dahulu dan melakukan shalat dua rakaat,
21. Orang yang berada di dalam masjid karena menunggu shalat atau pengajian amal ketaatan lain yang dibolehkan, hendaknya berniat i'tikaf. Karena, niat yang seperti itu adalah sah, meskipun hanya sebentar saja.
22. menurut sunnah hendaklah masjid sentiasa dibuka. Namun jika bimbang kecurian atau dimasuki binatang yang mencemar kesucian masjid boleh ditutup/ dikunci
23. Sunnah solat 2 rakaat sebelum duduk dalam masjid
24. Qadhi sepatutnya tidak menggunakan masjid sebagai tempat untuk menetapkan hukum, kecuali jika terjadi kasus secara kebetulan lalu dia harus menyelesaikannya di situ.
25. Makruh membangun masjid di atas kubur,
- menggali kubur di dalam masjid, adalah perbuatan haram yang amat berat.
26. menulis di atas dinding dan atap masjid .
Syafi'i, Hanafi, dan Hambali,- makruh
Maliki dan Hambali makruh juga menulis di arah kiblat, supaya tidak mengganggu konsentrasi orang yang sedang shalat. Adapun menulis di bagian lain, adalah tidak makruh.
27. menghiasi masjid dan apa saja yang dapat melalaikan orang dari shalatnya-makruh.
28. Dinding dan atap masjid masih dianggap masjid . wajib dijaga dan dihormati.
29. periksa kedua sandalnya dan menghilangkan kotoran yang terdapat padanya sebelum masuk ke masjid.
30. mendahulukan langkah kanan dan ketika keluar hendaklah mendahulukan kaki kiri. Membaca doa masuk dan keluar masjid
31. Tidak boleh mengambil bagian apa pun dari masjid baik itu batu, kerikil, tanah, dan sebagainya,
32. sunnah Membangun masjid, menjaga, dan membersihkannya, serta memperbaiki apa apa yang rusak
Hambali berpendapat bahwa membangun masjid di kota atau kampung atau kawasan penghubung antara beberapa tempat adalah wajib. Hukumnya adalah fardhu kifayah.
Membangun masjid di tempat yang asalnya gereja atau biara adalah dibolehkan. Begitu juga membangunnya di atas bekas perkuburan yang telah hilang bekasnya
33. Keluar dari masjid setelah mendengar adzan adalah makruh, sehingga dia shalat terlebih dulu, kecuali jika ada uzur.
34. Mengecat masjid dengan warna merah dan kuning adalah makruh.
Begitu juga mengukir dan menghiasinya, supaya ia tidak melalaikan orang yang sedang shalat.
Hukum makruh ini adalah yang ditetapkan oleh kalangan ulama Maliki dan Hambali. Adapun ulama Hanafi membolehkan membuat ukiran di masjid dengan menggunakan harta yang halal, kecuali bagian mihrabnya yang dihukumi makruh, karena ia akan melenakan orang yang sedang shalat.
Comments
Post a Comment