HUKUM ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI DUA ALAT BERSUCI (AIR DAN DEBU)
HUKUM ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI DUA ALAT BERSUCI (AIR DAN DEBU)
seperti orang yang terkurung ,
tanah yang basah, sakit
Hanafi dan Syafi'I - dia wajib
mengerjakan shalat dan wajib mengulangi shalatnya itu. Hambali, orang tersebut
tidak wajib mengulangi shalatnya.
Maliki, shalatnya gugur baik
yang berbentuk tunai ataupun qadha. Oleh karena itu, dia tidak perlu shalat
tunai dan juga tidak perlu qadha'
Hanafi - wajib melakukan
perbuatan yang menyerupai perbuatan shalat. Dia hendaklah ruku' dan sujud jika
memang ada tempat yang kering. Dia tidak boleh membuat isyarat dengan cara
berdiri. Dia juga tidak boleh membaca bacaan shalat dan juga tidak boleh
berniat. Dia hendqklah mengulangi shalat jika sudah mendapatkan air ataupun
tanah.
orang yang terputus dua tangan
dan dua kakinya, jika ada luka di mukanya, maka dia boleh shalat tanpa thaharah
dan tidak perlu bertayamum. orang tersebut tidak perlu mengulangi shalatnya.
Syafi'i, orang yang tidak
mempunyai air dan tanah hendaklah melakukan shalat fardhu saja. shalat itu
hendaklah dilakukan menurut keadaan, yaitu dengan niat dan bacaan saja untuk
menghormati waktu. Dia tidak boleh melakukan shalat sunnah. shalat yang
dilakukan itu hendaklah diulang lagi apabila dia sudah mendapatkan air atau
tanah di tempat yang tidak ada air.
Hambali
Orang yang tidak mempunyai dua
alat bersuci hendaklah melakukan shalat fardhu
saja. Shalat itu wajib dilakukan
menurut keadaannya.
Keadaan orang seperti ini sama
seperti orang yang tidak boleh/mampu menutup aurat dan tidak mampu menghadap kiblat.
Artinya, pendapat mereka sama seperti pendapat ulama Syafi'i.
shalat itu tidak perlu diulang.
Solat dijalankan secara ringkas,
dia hendaklah membaca al-Faatihah saja,
bertasbih sekali saja, memendekkan tuma'ninah, ruku', sujud, duduk antara dua
sujud, tasyahud awal dan akhir sebatas yang menjadi syarat saja. Kemudian
hendaklah dia mengucapkan salam.
Selain dalam shalat, dia tidak
boleh membaca Al-Qur'an jika dia orang yang berjunub, haid, atau nifas.
Shalat jenazah dihukumi batal jika mayatnya tidak dimandikan dan tidak ditayamumkan, karena memang tidak ada air dan tanah. Kuburan tersebut boleh digali selagi mayat belum hancur dengan tujuan untuk dimandikan atau ditayamumkan. Karena, hal itu adalah mashlahah (kebaikan) sekiranya tidak ada mafsadah (kerusakan). Tetapi jika khawatir mayat itu akan hancur, maka tidak boleh digali.
Comments
Post a Comment