RUKUN-RUKUN TAYAMUM

 RUKUN-RUKUN TAYAMUM

 

 

1. NIAT KETIKA MENGUSAP MUKA

 

Maliki, niat  supaya boleh melakukan shalat atau boleh melakukan hal-hal yang dilarang karena ada hadats, atau dengan cara [niat) fardhu tayamum, ketika mengusap muka.

Jika seseorang berniat mengangkat hadats saja, maka tayamumnya batal.

niat fardhu tayamum, maka niatnya itu sah.

 

Syafi'i,

orang yang bertayamum harus berniat supaya boleh melakukan shalat atau seumpamanya.

tidaklah cukup niat fardhu tayamum, fardhu thaharah, suci dari hadats, suci dari junub, atau niat mengangkat hadats. tayamum tidak dapat menghilangkan hadats,

 (ta'yin) ketika niat tayamum tidak diperlukan.

jika niat itu berbentuk mutlak, maka dia boleh menggunakan tayamum itu untuk melakukan shalat fardhu apa pun yang dia kehendaki.

jika dia menentukan fardhu, maka dia boleh melakukan shalat baik shalat fardhu ataupun sunnah, baik masih dalam waktunya atau tidak.

jika dia berniat tayamum untuk shalat sunnah saja, maka dia tidak boleh menggunakannya untuk mengerjakan shalat fardhu. Sama seperti jika dia berniat supaya boleh melakukan shalat saja, maka dia tidak boleh menggunakannya untuk shalat fardhu.

 

Syafi'i, niat wajib diiringi dengan memindahkan debu ke muka. Sebab, hal itu adalah rukun yang pertama.

 

Hambali, orang yang bertayamum hendaklah berniat supaya boleh melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan kecuali dengan tayamum seperti shalat, thawal dan menyentuh AlQur'an.

tayamum tidak sah apabila dengan niat mengangkat hadats.

 

 

Hanafi, supaya niat tayamum sah sehingga shalat yang dilakukan juga sah, maka orang yang bertayamum disyaratkan berniat dengan salah satu dari tiga perkara yaitu niat menyucikan diri dari hadats, niat supaya boleh melakukan shalat, atau niat melakukan suatu ibadah yang tidak sah jika tanpa thaharah seperti shalat, sujud tilawah, atau shalat jenazah.

 

Jika seseorang berniat tayamum saja tanpa menyebut niat supaya boleh melakukan shalat atau mengangkat hadats yang ada pada dirinya, maka tayamumnya tersebut tidak boleh digunakan untuk shalat.

 

jika niat tayamumnya adalah untuk selain ibadah yang pokok seperti niat untuk masuk masjid dan memegang mushaf maka tayamumnya juga tidak boleh digunakan untuk shalat,

Jika niatnya adalah untuk melakukan ibadah seperti adzan atau iqamah, tayamumnya juga tidak dapat digunakan untuk shalat.

 

Jika niatnya adalah untuk melakukan ibadah, tetapi ibadah tersebut sudah sah meskipun tanpa bersuci [thaharah), seperti tayamum dari hadats kecil untuk tujuan membaca Al-Qur'an atau untuk memberi salam atau menjawabnya.

 

jika orang itu junub kemudian bertayamum untuk membaca Al-Qur'an, maka tayamumnya itu sah digunakan untuk mengerjakan semua jenis shalat.

 

Tayammum menurut Hanafi berfungsi untuk mengangkat hadats sama seperti

 

2. MENGUSAP MUKA DAN KEDUA TANGAN SERTA MERATAKANNYA

 

Hanafi dan Syafi'i-adalah mengusap secara menyeluruh kedua tangan hingga ke siku sama seperti dalam wudhu.

 

Maliki dan Hambali mengatakan, mengusap kedua tangan cukup hingga ke pergelangan tangan saja. Adapun mengusap dari dua pergelangan tangan hingga ke siku, hukumnya adalah sunnah.

 

Maliki menjadikan hal ini sebagai dua fardhu. Pertama, tepukan pertama, artinya meletakkan dua telapak tangan ke atas tanah (debu) dan kedua, menyapu muka dan dua tangan hingga ke siku.

 

Syafi'i dan Hambali, menyapu seluruh muka adalah fardhu dan menyapu dua tangan adalah satu fardhu yang lain.

 

Maliki dan Hambali, yang difardhukan sewaktu tayamum adalah tepukan yang pertama. Artinya, ketika meletakkan kedua telapak tangan ke atas tanah. Tepukan yang kedua hanya sunnah, seperti yang akan diterangkan nanti.

 

Maliki dan Hanafi juga mewajibkan menepuk jari dengan telapak tangan atau dengan anak jari, supaya usapan itu menjadi lebih sempurna.

 

Syafi'i dan Hambali mengatakan, menepuk anak jari sesudah mengusap tangan adalah sunnah, sebagai sikap berhati-hati saja.

 

Tidak wajib mengusapkan debu ke tempat tumbuhnya rambut yang tipis.

 

3. Tertib

 

4. Al-Muwaalaaf (Kontinu,/Tidak Terputus)

 

Hambali dan Maliki, muwaalaat merupakan fardhu dalam tayamum.

 

Syafi'i dan Hanafi, sunnah.

 

5. Debu yang Suci

Maliki- rukun. Jumhur – syarat

 

Syafi'i dan Hambali- tidak boleh bertayamum kecuali dengan tanah suci yang mempunyai debu yang dapat melekat di tangan.

Syafi'i menambahkan, bertayamum dengan pasir yang berdebu juga dibolehkan. Tetapi, ulama Hambali tidak membolehkannya.

 

Syafi'i, tayamum juga tidak boleh dengan menggunakan debu yang telah digunakan untuk mengusap anggota tubuh atau menggunakan debu hasil rampasan (ghasab)

Boleh gunakan debu pada pakaian, hamparan, hamparan bulu lalu debu melekat pada tangannya, kemudian dia bertayamum dengannya, maka sah tayamum yang dilakukan tersebut.

 

Imam Ahmad membolehkan membawa debu untuk tayamum sebagai langkah berhati-hati untuk melakukan ibadah. 

Comments

Popular posts from this blog

TAHARAH : UKURAN DAN NAJIS YANG DIMAAFKAN

TAHARAH : HUKUM GHUSALAH/ AIR MUSTAKMAL

TAHARAH : PEMBAHAGIAN NAJIS