PERKARA-PERKARA YANG MENYEBABKAN WAJIB MANDI
MANDI …. ms 428
Maksud
Hanafi - meratakan air ke seluruh tubuh dengan cara tertentu.
Syafi'i- mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat.
Maliki -menyampaikan air serta menggosokkannya ke seluruh badan dengan niat supaya boleh melakukan shalat.
Rukunnya
Meratakan air suci ke seluruh bagian tubuh sesuai dengan kemampuan dan tidak sampai menimbulkan kesukaran.
Sebabnya Sebabnya
adalah apabila seseorang mau melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan karena dia sedang dalam keadaan junub ataupun karena ingin melakukan perkara yang wajib.
Dengan mandi tersebut, maka semua hal yang sebelum mandi dilarang akan menjadi halal, di samping juga akan mendapat pahala karena dia melakukannya dengan tujuan ibadah kepada Allah SWT.
Ketika mandi, seseorang boleh membuka seluruh tubuhnya jika dia memang mandi sendirian di dalam tempat yang tertutup, atau dia hanya bersama orang yang dibolehkan memandang auratnya. Namun, menutup aurat ketika mandi adalah lebih afdhal.
PERKARA-PERKARA YANG MENYEBABKAN WAJIB MANDI
a. Keluar Mani Yaitu, apabila air mani keluar dari kemaluan Ielaki ataupun wanita, disertai rasa nikmat-menurut kebiasaan-dan keluarnya terpancut, meskipun keluarnya sewaktu tidur ataupun sewaktu terjaga. Air mani itu keluar biasanya disebabkan memandang atau berpikir [hal yang menimbulkan syahwat), sebab bersetubuh, atau melakukan hubungan dengan seorang yang hidup, yang telah mati, ataupun binatang.
Hanafi tidak menyebutkan wajib mandi bagi orang yang menyetubuhi orang mati, binatang, ataupun anak-anak perempuan yang tidak menimbulkan birahi.
Mani adalah air kental yang keluar terpancut ketika syahwat menegang. Adapun mani wanita bentuknya cair dan berwarna kekuningan.
Keluar air madzi atau air wadi tidak menyebabkan wajib mandi.
Air mazi ialah air yang putih dan agak jernih dan keluar ketika seorang itu bermesra dengan istrinya.
Sementara air wadi ialah air kencing yang kental yang keluar pada permulaan kencing.
Syafi'i, air mani dapat dikenali melalui cara keluarnya yang terpancut beberapa kali ataupun dengan adanya rasa nikmat atau lezat ketika ia keluarl diikuti dengan kondisi zakar menjadi lembek dan hilang keinginan syahwat. Mani juga kadang keluar tidak dengan cara terpancut karena ia sedikit. Ia juga mungkin keluar dengan warna darah. Ia juga dapat dikenali melalui baunya; sewaktu basah ia berbau seperti bau tepung gandum yang dalam adonan dan ketika kering ia berbau seperti putih telur. Jika seseorang keluar mani tanpa terpancut dan terasa nikmat seperti ia keluar sisa mani setelah mandi, maka mandinya wajib diulang.
Syafi'i, baik ia keluar dengan keinginan pun tidak dan baik keluar melalui saluran biasa ataupun saluran lain seperti pecah bagian sulbinya lalu keluar mani.
jika mani yang keluar melalui saluran yang tidak biasa itu disebabkan sakit, maka ia tidak menyebabkan wajib mandi.
Hambali berpendapat apabila mani keluar namun tidak disertai rasa nikmat atau tidak disertai syahwat-seperti disebabkan sakit, terlalu dingin, cedera punggung dan keluarnya dari seseorang yang tidak dalam keadaan tidur; keluar dari orang gila, orang pingsan, ataupun orang mabuk, maka ia tidak menyebabkan wajib mandi.
Atas dasar ini, maka mani tersebut dianggap sebagai najis yang wajib dibasuh semua tempat yang terkena olehnya.
orang yang mengidap penyakit keluar mani berterusan iuga tidak wajib mandi.
Seseorang yang mendapati ada mani di kainnya, maka dia wajib mandi.
Hanafi
seseorang telah sadar dari mabuk atau pingsan, dan dia mendapati kainnya basah oleh air yang diduga mani. Begitu juga apabila seseorang mendapati maninya keluar setelah dia mandi, maka wajib mandi
Hanafi mensyaratkan mani tersebut hendaklah keluar secara terpancut dan disertai keinginan, baik bagi lelaki ataupun wanita, ketika tidur ataupun ketika terjaga.
sekiranya mani tersebut keluar disebabkan memikul beban berat ataupun karena terjatuh dari tempat tinggi, maka mandi tidak wajib.
mani yang keluar melalui kepala zakar dengan disertai syahwat.
Jika seseorang bermimpi dan merasakan kenikmatan, tetapi maninya baru keluar setelah dia mengambil wudhu dan shalat, Abu Hanifah dan Muhammad orang tersebut harus mandi, tetapi tidak perlu mengulangi shalatnya. Abu Yusuf pula, dia tidak perlu mandi.
Maliki sependapat dengan ulama Hanafi dan Hambali, bahwa mani yang menyebabkan wajib mandi ialah yang keluar disertai dengan rasa nikmat-menurut adat' maka wajib mandi. Jika ia keluar tidak disertai kenikmatan, seperti keluar sendiri disebabkan sakit, dipukul, penyakit keluar mani berterusan ataupun disengat kalajengking, maka ia tidak menyebabkan wajib mandi. Dia hanya perlu berwudhu saja.
Begitu juga jika mani keluar sertai kenikmatan, tetapi tidak seperti biasa [adat), seperti orang yang menggosok gatal atau kurap di zakarnya, digoyang oleh binatang yang ditungganginya ataupun masuk ke dalam air panas, maka dia tidak wajib mandi, tetapi hanya wajib berwudhu saja.
Jika digoyang oleh binatang dan juga menggaruk gatal pada zakar, sekiranya dia merasa nikmat secara berterusan hingga keluar mani, maka dia diwajibkan mandi.
Seseorang yang tersadar dari tidurnya dan mendapati pakaiannya ataupun tubuhnya basah oleh air dan dia meragukan apakah air itu mani atau madzi, maka dia wajib mandi. Karena,
b. Bertemu Alat Kelamin
Meskipun tidak Keluar Mani, dengan memasukkan kepala zakar atau kemaluan lelaki atau kadarnya-bagi yang zakarnya terpotong-ke dalam kemaluan wanita yang dapat disetubuhi baik qubul atau dubur; lelaki ataupun perempuan, secara suka rela ataupun dipaksa, dalam keadaan tidur ataupun terjaga
Syafi'i dan Hambali, mandi tetap wajib meskipun perkara tersebut terjadi pada anak-anak yang belum baligh., anak-anak dan orang gila juga dianggap berjunub dengan memasukkan zakarnya ke dalam kelamin wanita, dan keduanya wajib mandi apabila mereka sampai ke tahap sempurna (al-kamaol).
Anak Anak mumayyiz yang mandi, maka mandinya dianggap sah.
Hambali juga mewajibkan mandi kepada anak lelaki yang berumur 10 tahun atau kanak perempuan yang berumur sembilan tahun, apabila mereka melakukan persetubuhan. Yaitu, apabila mereka akan melakukan perkara yang memerlukan mandi seperti membaca Al-Qur'an dan yang memerlukan wudhu seperti shalat dan thawaf.
Maliki dan Hanafi mensyaratkan hendaklah perbuatan bersetubuh itu dilakukan oleh orang mukallaf (akil dan baligH). jika ia dilakukan oleh orang yang belum mukalIaf, maka mandi tidak wajib. disunnahkan untuk mandi.
Hanafi berpendapat, remaja lelaki hendaklah dilarang mengerjakan shalat sebelum dia mandi wajib.
Hanafi - seseorang menyetubuhi orang mati, binatang, dan anak-anak kecil yang belum menimbulkan syahwat-jika memang tidak merusak selaput daranya, maka dia diwajibkan mandi jika memang keluar mani.
sekiranya tidak keluar mani dan anak-anak kecil yang disetubuhi itu pula tidak rusak selaput daranya, maka dia tidak wajib mandi dan mengambil wudhu.
jumhur- mandi tetap wajib
JIKA ZAKARNYA DIBALUT
Maliki- wajib jika balutan nipis, jika tebal tidak wajib.
Syafi'i tipis atau tebal, wajib mandi.
Hanafi dan Hambali berpendapat, orang yang berjimak dengan pembatas/pembalut adalah tidak wajib mandi seperti dengan membalut zakarnya dengan kain ataupun menyarunginya dengan kondom.
----------------------------------------------------------
KELAMIN WANITA ASLI
Syafi'i dan Hambali mensyaratkan persetubuhan itu dilakukan terhadap kelamin wanita yang asli. Adapun memasukkan zakar ke kelamin wanita yang tidak asli tanpa keluar mani, tidaklah menyebabkan wajib mandi.
Hal ini sama dengan lelaki yang memasukkan zakarnya ke qubul seorang khunsa, karena khunsa tidak diyakini mempunyai kelamin wanita yang sebenarnya. Begitu juga sebaliknya, seorang khunsa yang memasukkan zakarnya ke qubul atau dubur seorang lain tanpa keluar mani, karena tidak terdapat perbuatan memasukkan hasyafah yang sebenarnya dengan yakin.
Maliki dan yang lain mensyaratkan, hendaklah perbuatan memasukkan zakar itu terjadi pada kelamin wanita yang memang mampu disetubuhi. Oleh sebab itu, sekiranya persetubuhan itu dilakukan terhadap kelamin wanita yang tidak mampu, ataupun yang bukan kelamin wanita seperti menjepitkannya di celah paha, perut, ataupun di celah bibir kelamin wanita, ataupun hanya dengan bertemu dua khitan tanpa memasukkan zakar ke dalam kelamin wanita, dan begitu juga bersetubuh di antara dua wanita tanpa mengeluarkan mani, maka tidak wajib mandi.
Hambali dan juga yang lain menjelaskan bahwa wanita yang mati kemudian disetubuhi hendaklah dimandikan lagi.
Comments
Post a Comment